Yayasan 1000 Days Fund Tak Gentar Wujudkan Cita Anak Bangsa di Pelosok

  • Whatsapp
Kegiatan Yayasan 1000 Days Fund dalam memerangi stunting di pelosok daerah NTT. (Foto: istimewa)

SOE, berandanusantara.com – 1 dari 3 anak yang terlahir di Indonesia masih menderita kondisi gagal tumbuh atau stunting, yang menyebabkan mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, kurang cerdas, dan sulit berkompetisi dalam mendapatkan pekerjaan ketika dewasa.

“Tidak ada anak yang bisa memilih dimana mereka dilahirkan. Sayangnya, ketimpangan pengetahuan orang tua dan pengasuh anak terkait pentingnya 1000 hari pertama kehidupan, serta akses terhadap informasi dan layanan kesehatan, menentukan kualitas hidup anak-anak. Pemerataan kesehatan harus terjadi di Indonesia. Untuk saat ini dan juga di masa yang akan datang,” jelas Zack Petersen, Lead Strategist Yayasan Seribu Cita Bangsa, organisasi non profit yang fokus dalam upaya menekan tingkat prevalensi stunting di Indonesia yang lebih dikenal juga dengan sebutan 1000 Days Fund.

Read More

Sejak 2018, 1000 Days Fund meluncurkan program pencegahan stunting melalui intervensi di tingkat desa menggunakan alat edukasi yang inovatif dan mudah disebar, seperti Poster Pintar dan Selimut Cerdas.

Dengan dukungan Ishk Tolaram Foundation, organisasi filantropi yang menyediakan akses pendidikan dan perawatan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat kurang mampu di Indonesia, 1000 Days Fund menjelajah desa-desa di pulau-pulau terpencil di Nusa Tenggara Timur, terutama desa-desa di pelosok Timor Tengah Selatan, Kabupaten dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi di Indonesia yang rencananya akan dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (24/3/2022).

“Mencegah stunting di masa awal kehidupan, memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan berpendidikan merupakan kekuatan pendorong kami di Yayasan Ishk Tolaram. Kami senang bisa membersamai 1000 Days Fund dalam perjalanan mewujudkan visi ini,” ujar Rahmat Setiawan, Wakil Direktur Program, Yayasan Ishk Tolaram.

Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan. Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas. Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.

“Rencana kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Soe ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Kamis, 24 Maret 2022 mendatang menunjukkan kepedulian dan komitmen dari Presiden dan Pemerintah Pusat akan pengentasan persoalan stunting. Bagi Presiden Jokowi, NTT selalu ada di hati dan BKKBN memastikan amanah dari Presiden untuk akselerasi penurunan stunting tetap dalam jalur yang tepat,” jelas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K).

Menurut Hasto Wardoyo yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional, khusus untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan diharapkan prevalensi kasus stunting 48,3 persen saat ini dapat menurun menjadi 43,01 persen di akhir 2022 dan melandai di angka prevalensi 36,22 persen di 2023, sehingga di 2024 bisa menuju di angka 29,35 persen.

Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa “berjuang” sendiri, butuh kolaborasi dan konvergensi semua pemangku kepentingan termasuk pelibatan semua komponen masyarakat. Salah satunya dengan 1000 Days Fund yang telah berpengalaman melakukan intervensi akar rumput dalam upaya pencegahan stunting.

“Ketika pertama kali kami datang ke desa tempat kami melaksanakan program untuk pertama kalinya, sebagian besar masyarakat tidak mengenal apa itu stunting, apa kaitannya dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan bagaimana caranya mengoptimalkan pertumbuhan anak serta mencegah mereka dari stunting. Program pertama kami menunjukan perubahan perilaku dan kebiasaan orangtua dan pengasuh yang signifikan. Intervensi dalam bentuk informasi dan pengetahuan mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan,” tambah Zack.

Lebih dari sekedar tahu apa itu stunting, bahayanya dan cara mencegahnya, beberapa kader di desa binaan 1000 Days Fund bahkan berinisiatif mengajukan anggaran dana desa yang lebih besar untuk berbagai kebutuhan ibu dan anak dan kebutuhan posyandu. “Kami ingin pengetahuan dan kesadaran ini kemudian menghasilkan efek domino yang mendorong perubahan-perubahan lain yang lebih pro terhadap perempuan dan anak di desa-desa tempat kami melakukan program,” jelas Zack.

Sejak tengah tahun lalu, 1000 Days Fund bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku pelaksana utama program percepatan pencegahan stunting yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, beserta Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, mereplikasi program intervensi pelatihan kader dari 1000 Days Fund dan penempelan poster pintar di 8 kecamatan di Timor Tengah Selatan. Kedepannya program ini akan diteruskan hingga menjangkau seluruh kecamatan yang ada di Timor Tengah Selatan. (*/BN)

Related posts