KUPANG, berandanusantara.com – Bermodalkan semangat untuk menjadi sukses, Bunafasia Kolo, wanita asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisiatif untuk membuka usaha.
Dengan modal seadanya, pada tahun 2014 Bunafasia pertama kali membuka sebuah toko kecil yang dia beri nama Watukosek yang berlokasi di wilayah Oebobo, Kota Kupang.
Toko kecil ini menjual beragam atribut bordiran untuk seragam kantor dan sekolah. Semua bahannya pun masih diimpor dari luar NTT.
Sebagaimana kisah kebanyakan pengusaha sukses, perjalanan usaha Bunafasia pun dipenuhi lika liku yang menguji kesabaran dan kekuatan, apalagi bisnis yang digelutinya masih di level Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Awalnya tidak ada mesin jahit. Hanya toko untuk menjual atribut seperti bordiran. Tetapi semua bahanya masih diambil dari luar,” ujar Bunifasia Kolo kepada wartawan, Rabu 24 Agustus 2022.
Tahun 2018, Bunafasia kemudian berpikir untuk membuka toko konveksi, dengan modal seadanya, berkat hasil tabungan yang dimiliki dari usaha awal penjualan atribut.
“Dari situ saya mulai punya pemikiran untuk membuka toko konveksi sendiri, dan semua seragam bisa kami produksi dengan hasil dan kualitas yang bagus disini,” jelasnya.
Ia menjelaskan, bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan seragam menggunakan kain yang berkualitas tinggi, seperti kain jenis woll dan super woll.
Usaha Watukosek yang dirintis Bunifasia Kolo kini sudah berada pada titik tumbuh yang pesat, dengan omzet mencapai ratusan juta rupiah perbualan.
Bahkan, kini Bunafasia sudah merekrut 43 orang karyawan untuk dipekerjakan. Di Watukosek, Semua jenis pakian bisa diproduksi. Mulai jas DPRD, bupati, seragam kepala desa, linmas, dan lain sebagainya, dengan harga bervariasi.
“Sekarang omzet perbulan bisa ratusan juta. Semoga Watukosek ini semakin maju, dan bisa memproduksi pakian diatas 1000 pcs per hari, dengan mesin bordir 24 kepala yang akan kami datangkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kehadiran Watukosek di NTT, khusunya Kota Kupang sangat membantu, karena pihaknya mampu merangkul generasi muda yang putus sekolah, untuk bergabung dan berkreasi bersama.
“Jadi anak-anak yang putus sekolah kita rangkul untuk belajar menjahit disini, sekaligus membantu pemerintah membuka lapangan pekerjaan untuk anak-anak di NTT,” pungkasnya.
Manager TK. Watukosek, Alfons Asa, menjelaskan, pihaknya dalam sehari mampu memproduksi pesanan seragam sebanyak 500 hingga 600 pcs, diluar pesanan jas.
“Karena kalau jas, maksimal satu hari itu hanya satu saja. Sebab kita butuh ketelitian dan kualitas. Kalau seragam bisa 500-600 pcs per hari,” jelas Alfons.
Alfons mengakui, sejak awal masuk TK. Watukosek tahun 2017 lalu, ia langsung mendapatkan tender penjahitan seragam Polisi Pamong Praja (Pol PP) di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Sebelumnya, kata dia, TK. Watukosek sudah mendapat banyak orderan dari Kabupaten Sabu Raijua, Sumba, Lembata dan Malaka untuk menjahit seragam.
“Kalau di Sabu order seragam Pol PP, Lembata seragam kepala desa, dan di Malaka seragam Pol PP, jas DPRD dan seragam linmas,” terang Alfons.
Menurut Alfons, TK. Watukosek memiliki keunggulan tersendiri dari toko konveksi lainnya, karena memiliki mesin bordir sendiri, dilengkapi dengan sejumlah atribut sesuai permintaan konsumen.
“Jadi kalau yang pesan seragam disini bisa langsung bordir dan pasang atribut, sehingga konsumen hanya menerima seragam jadi,” ungkapnya.
Sementara Anton, yang merupakan Desainer TK. Watukosek, menjelaskan, ia didatangkan dari Bandung ke Kupang hanya ingin melatih anak-anak NTT agar memiliki skill atau kemampuan di bidang konveksi.
“Tujuannya biar anak NTT memiliki skill. Jangan sampai anak-anak daerah itu tertinggal. Dan sampai sekarang lancar-lancar saja, karena bisa merangkul semuanya, baik anak putus sekolah untuk dilatih,” pungkasnya. (*/BN/HN)