KUPANG, berandanusantara.com – Anggota Senator/DPD RI asal Provinsi NTT Drs. Ibrahim Agustinus Medah pada Selasa (3/2/2016) menggelar rapat koordinasi dengan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT beserta jajaranya untuk menelusuri persoalan pengangkutan ternak (sapi) dari wilayah NTT ke Pulau Jawa.
Rakor tersebut digelar di Kantor DPD RI Prewakilan NTT di Jalan Polisi Militer no 7 Kupang selain dihadiri seluruh jajaran struktural Dinas Peternakan Provinsi NTT, hadir juga anggota Komisi III DPRD Provinsi NTT Wellem Kalle.
Kesempatan itu, senator Ibrahim Medah ingin mendengarkan penjelasan dan klarifikasi dari Dinas Peternakan NTT terkait tata niaga dan pengangkutan ternak sejak pemerintah pusat membantu kapal khusus pengangkut ternak yang mulai beroperasi pada akhir tahun 2015 lalu.
Medah mengatakan, ketika rapat bersama Dirjen Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan di DPD RI pekan lalu, informasi yang disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Laut bahwa kapal khusus ternak yang diberikan pemerintah pusat itu tidak maksimal dalam beroperasi.
“Bahkan, pelayaran pertama justeru kososng. Sehingga saya datang ke Kupang dan hari ini special untuk menelusuri dan mencari tahu, kenapa bisa terjadi demikian. Setelah ini (rakor dengan Dinas Peternakan) saya akan bertemu dengan para peternak dan asosiasi yang mengurus tentang tata niaga ternak untuk mengetahui duduk persoalannya agar saya bisa turut serta mencarikan solusinya jika itu menjadi urusan pemerintah pusat,” katanya.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Danny Suhadi saat itu menjelaskan, pada pelayaran pertama kapal itu bertepatan dengan menjelang Hari Raya Natal sehingga banyak kendala yang dihadapi dalam urusan tata niaga peternakan. Sedangkan pada pelayaran kedua, masih dilakukan sinkronisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.
“Namun pada pelayaran ketiga ini, kapal itu sudah terisi dan mengangkut 500 ekor sapi dari NTT,” katanya.
Ibrahim Medah usai rakor itu kepada wartawan menjelaskan, persoalan awalnya adalah pemerintah pusat tidak mengetahui soal tata niaga peternakan di NTT umumnya dan Pulau Timor khususnya dengan berasumsi bahwa akan membeli langsung ternak-ternak itu di masyarakat.
“Yang terjadi selama ini adalah dari peternak dan melalui para pengumpul dan para pengumpul langsung ke pasar. Sehingga niat untuk membeli langsung di masyarakat itu sangat mustahil karena peternak ini tersebar hampir di seluruh desa,” katanya.
Dikatakan Medah, sesungguhnya niat pemerintah pusat ini baik adanya untuk mengetahui langsung harga ternak di masyarakat. Soal harga, kata Medah, niatan pemerintah pusat hanya ingin memberikan keuntungan bagi masyarakat namun sangat tidak mungkin dilakukan lantaran penyebarannya yang sangat luas.
Selain itu, BUMN atau BUMD dari luar NTT datang dan membuka unit penampungan ternak di NTT juga itu tidak memungkinkan karena akan mematikan para pengumpul di NTT. Dijelasakannya, setalah pelayaran partama dan kedua yang masih terkendala lantaran masih dilakukan penyesuaian-penyesuaian, kini pada pelayaran ketiga sudah mulai normal, namun masih ada kendala.
Kendala dimaksud, lanjt Medah, masih terjadi penyusutan-penyusutan 8-11 persen dalam pengiriman. “Saya lalau minta Kadis Peternakan NTT untuk melakukan penelusuran, peyusutan itu terjadi karena apa, jika itu terjadi karena konstruksi kapal, maka kita akan perbaiki konstruksi kapalnya. Tetapi jika itu terjadi karena sisitim maka sistim harus diperbaiki,” katanya.
Mantan Ketua DPRD NTT itu menambahkan, ia begitu intens menelusuri persoalan pengangkutan ternak ini karena ketika ia menggelar rapat dengan Dirjen Perhubungan Laut kementrian perhubungan RI pekan lalau disampaikan bahwa akan ditambah lagi tiga unit kapal ternak untuk wilayah NTT.
“Kalau ditambah lagi tiga kapal ternak tanpa penyesuaian konstruksi kapal yang memadai maka akan tetap terjadi penyusutan maka itu yang kita terus protes. Karena pengadaan kapal ini misi utamanya untuk mengurangi penyusutan ternak saat pengiriman sampai pemotongan di RPH,” katanya.
Menurut Medah, terjadi penyusuatan itu lantaran sisitim. Bahwa sistim yang ada saat ini, siapa yang menyiapkan pakan ternaknya. “Jika pihak Pelni yang menyiapkan pakan ternak dan itu tidak sesuai dengan kebutuhan sapi selama di peternak maka sisitim itu dirubah dan dialihkan kepada para pengumpul ternak yang selama ini sudah dilakukan, sehingga hal ini terus dievaluasi oleh Dinas Peternakan,” katanya.
Soal populasi ternak (sapi), mantan Bupati Kupang dua periode ini mengatakan, sesuai koordiansinya dengan Dinas Peternakan NTT bahwa kuota yang disiapkan sekitar 58.000-60.000 ekor pertahun tetap dipertahankan sehingga jumlah yang dikirim dengan jumlah yang dikonsumsi di daerah tidak sampai menyebabkan devisit populasi.
“Dalam hitungan Kadis, baik yang dikirim maupun yang dikonsumsi setelah dikurangi dengan populasi masih terjadi surplus pertmubuhan sekitar 2-3 persen, sehingga tidak mengurangi populasi yang ada. Ini angka yang cukup baik, hanya 2-3 persen ini bisa diperbaiki lagi jika populasi ternak di padang itu bisa diperbaiki karena sekarang masih kurang bagus karena pakan ternak di padang sangat rendah kualitasnya. Rasio antara lahan dengan ternak satu hektar 1 ekor di musim hujan. Sedangkan musim kemarau maka tiga hektar untuk 1 ekor tidak cukup karena kualitas pakan yang tidak bagus dan ketersediaan pakan yang sangat kurang di musiam kemarau,” jelasnya.
Ia mengapresiasi berbagai program yang sedang disiapkan Dinas Peternakan NTT namun ia berharap agar program-program itu harus dijalankan dengan konkrit. “Harus dikonkritkan semua program itu sehingga impian untuk menjadikan NTT sebagai provinsi ternak bisa terwujud, kalau tidak maka provinsi ternak itu hanya dalam angan-angan saja,” katanya.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi NTT Wellem Kalle mengatakan, pemerintah provinsi NTT perlu mengolah padang untuk menyediakan pakan yang berkualitas dan cocok untuk lahan NTT yang kering. “Perlu disiapkan alat-alat berat untuk mengolah dan membuka padang untuk menanam pakan,” katanya. (AM/lbt)