BA’A, berandanusantara.com – Seorang wanita lanjut usia (lansia) berusia 77 tahun di Dusun Danalon, Desa Mukekuku, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjalani hidupnya sendirian di sebuah gubuk berukuran 4 X 4 meter persegi.
Sebatang Kara di Gubuk Reot, Lansia 77 Tahun di Rote Ndao Makan dari Uluran Tangan Tetangga
Elisabeth Liman, atau oleh masyarakat di sekitar biasa menyapanya dengan Nenek Bet itu harus berjuang hidup di usia senjanya dalam kondisi menyedihkan. Bagaimana tidak, sehari-harinya dia harus menikmati tempat tinggalnya yang sangat tidak layak itu.
Gubuk reot yang ditempati Nenek Bet, dindingnya terbuat dari pelepah pohon lontar, atapnya pun dari daun lontar. Tidak ada semen atau keramik sebagai lantai alias berlantai tanah. Begitu juga dengan kamar mandi dan toilet tak tersedia. Semak belukar di dekat gubuk reot itu dijadikan kakus.
Bahkan, Nenek Bet yang sudah dalam kondisi fisik yang mulai melemah itu pun terpaksa menjadikan balai bambu sebagai tempat tidur saat harus beristirahat. Namun, semua itu tetap dinikmati Nenek Bet dengan penuh kesabaran dan rasa syukur.
Untuk makan pun, Nenek Bet masih membutuhkan uluran tangan dari tetangganya. Beruntung, warga di sekitar rumahnya memiliki hati yang tulus dan prihatin dengan kondisi yang dialami Nenek Bet. Kebutuhan makan dan minum Nenek Bet pun dibantu tetangganya.
“Meski bukan sedarah, soal makan dan minum, saya dan isteri selalu memperhatikan Nenek Bet,” kata Filipus Lassi, tetangga Nenek Bet, Senin (8/3/2021).
Filipus mengatakan gubuk reot yang menjadi tempat tinggal Nenek Bet pun merupakan hasil gotong-royong warga atau tetangganya. Status tanah pun bukan merupakan milik Nenek Bet, melainkan miliknya Filipus yang disediakan secara cuma-cuma untuk ditinggali.
“Saya selaku pemilik tanah bersediah menghibahkan tanah, namun kendala utamanya adalah masalah swadaya. Untuk makan minum saja sulit apalagi swadaya,” kata Filipus.
Filipus menambahkan, pemerintah desa pernah menghubungi nenek Elisabet untuk memberikan bantuan rumah layak huni (RLH). Namun kendala status tanah dan swadaya sehingga RLH tidak jadi dibangun.
“Saya berharap ada solusi dari pemerintah desa, pemerintah Kabupaten maupun pihak swasta yang peduli guna meringankan beban hidup nenek Elisabet,” pungkasnya. (*BN/MB)