Oleh: Fidelis Anki Gonsales Due
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang
Selama dekade terakhir ini, masalah mengenai penindasan, ketidakadilan sering dijumpai di dalam hidup sehari-hari . Apalagi bagi kaum perempuan, hal tersebut sering menjerat mereka sebagai korban kekerasan dari laki-laki. Dengan begitu, munculah kelompok perempuan yang menyuarakan hak dan kebebasanya sebagai manusia yang sama hak dan martabat dengan laki-laki. Kelompok yang bergerak untuk memperjuangkan ketidakadilan itu ialah feminisme.
Feminisme adalah kelompok perempuan yang berjuang demi hak dan kebebasannya anatara lain dalam segi sosial, politik, ekonomi, intelektual, dan lain-lain. Feminisme sering dipandang sebagai kelompok yang berjuang demi kaum perempuan, karena sering dipandang sebagai kaum yang lemah, bahkan dinomorduakan dalam berbagai macam segi.
Raya Dunayevskaya mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang mengunggkapkan tentang harga diri pribadi dan harga diri perempuan. Kaum perempuan berusaha untuk segara mengakhiri eksploitasi serta mengakhiri penindasan yang dialami oleh kaum perempuan, kendatipun antar-feminis memiliki selisih penyebab atas hal-hal tersebut.
Pada dasarnya mereka sepakat bahwa hakikat dari para feminis adalah demi terwujudnya kesamaan, kesetaraan, martabat, dan kebebasan dalam mengontrol raga dan juga kehidupan, baik di dalam maupun di luar rumah. Di sini para feminis berjuang supaya tidak ada lagi yang namanya penindasan karena disini para feminis berjuang untuk terwujudnya kesamaan dan menyamakan kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan.
Untuk mencapai kesetaraan, menurut Raya dunayevskaya, pembebasan perempuan (WLM) adalah penyelarasan politik perempuan dan intelektualisme feminis yang muncul pada akhir 1960-an dan berlanjut hingga 1980-an terutama di negara-negara industri di dunia Barat, yang menghasilkan perubahan besar (politik, intelektual, budaya) di seluruh dunia.
Cabang feminisme radikal WLM, yang didasarkan pada filsafat kontemporer, terdiri dari perempuan dari latar belakang ras dan budaya yang beragam yang mengusulkan bahwa kebebasan ekonomi, psikologis, dan sosial diperlukan bagi perempuan untuk maju dari menjadi warga negara kelas dua dalam masyarakat mereka.
Untuk memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan bagi perempuan, peran feminisme pun muncul. Feminisme merupakan sebuah pemikiran yang memadang bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam hal politik, sosial, budaya, seksual, intelektual, juga ekonomi. Feminisme mencakup gerakan, teori, filosofi dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesetaraan gender yang bertujuan untuk memberikan keadilan kepada perempuan.
Namun sejak dahulu kebebasan perempuan sudah dibatasi hingga kini, terlebih lagi dengan adanya budaya patriarki. Walby (1990) menyatakan bahwa Patriarki merupakan sebuah sistem stuktur dan praktik sosial di mana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan, serta meyakini bahwa laki-laki selalu berada dalam posisi yang dominan dan perempuan berada dalam posisi subordinat.
Bertolak dari itu abad ke-18 dan 19, masyarakat umumnya khususnya laki-laki berpendapat bahwa perempuan memiliki sifat yang tidak rasional, rapuh, dan tidak dapat berpikir secara mandiri. (Weitz, 2003) Masyarakat saat itu beranggapan bahwa perempuan layaknya seekor binatang peliharaan yang dimiliki oleh tuannya, dan sebagai binatang wanita perlu menunjukkan kepatuhan kepada pemiliknya yaitu suaminya.
Perjuangan para perempuan untuk kesetaraan gender dapat di lihat dalam gerakan memperjuangkan kemerdekaan indonesia. Disini kita dapat melihat para pejuang feminis turut membantu laki-laki dalam memperjuangkan kemerdekaan. Para feminis yang terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan itu seperti: R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan lainnya turut mengambil bagian dalam memperjuangkan kemerdekaan sekaligus memperjuangkan martabat para perempuan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peran perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan sekaligus memperjuangkan martabat para perempuan merupakan gerakan feminis anti kekrasan dan anti tindasan. Namun realita sekarang orang-orang tidak melihat sejarah bahwa dahulu itu bukan hanya laki-laki yang berjuang sendiri tapi para perempuan juga berjuang bersama laki-laki untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Tapi setelah kemerdekaan dicapai, laki-laki tidak lagi melihat peran perempuan yang juga turut berjuang, tapi malah para perempuan dinomorduakan dalam segala segi seperti: politik, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Dari sikap menyepelekan para perempuan ini membuat para feminis memperjuangkan hak-hak juga kesetaraan. Karena pada kenyataannya laki-laki tidak pernah menganggap perempuan setara dengan laki-laki. Bahwasannya para perempuan terus ditindas oleh laki-laki dengan dominasi kekerasan yang dimilikinya. Namun para feminis terus berjuang dalam menyetarakan hak-hak dan martabat.
Adanya feminisme di indonesia muncul karena sikap laki-laki yang secara terus-terus menindas para perempuan juga menomorduakan posisi perempuan.
Para feminis yang bergerak di indonesia ini tidak bergerak sendiri tapi juga dikawal oleh banyak organisasi yang berada di posisi para feminisme. Salah satu badan yang melindungi para perempuan ialah komnas anti kekerasan terhadap perempuan. Selanjutnya dengan adanya badan yang melindungi para perempuan ini diharapkan meminimalisirkan terjadinya kekerasan terhadap para perempuan.
Namun seperti yang diketahui bahwa di Indonesia, kesetaraan gender sendiri belum sampai pada puncak perjuangan, masyarakat masih saja berdebat dengan persoalan tentang peran perempuan yang seharusnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesetaraan gender sulit dicapai. Memang tidak dapat dipungkiri tapi kekerasan itu dapat dikurangi dengan adanya organisasi-organisasi yang terus menopang para perempuan dalam gerakan menyetarakan hak dan martabatnya.
Ditambah lagi dengan adanya komnas anti kekerasan ini para perempuan mulai berada di posisi yang aman, karena berada dibawah lindungan hukum. Para perempuan di indonesia mulai muncul di segi politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Namun hal ini masih menjadi tugas yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia untuk melihat masalah ini. Maka diharapkan bagi kita semua untuk menghilangkan pandangan bahwa perempuan itu lemah ataupun serba salah. Untuk itu marilah bersama para feminis berjuang bersama dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam segala bidang. (*)