SEMAU, berandanusantara.com – Salah satu UMKM di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil memproduksi olahan kelor menjadi tepung dan teh. Hasil produksinya bisa menghasilkan omzet mencapai ratusan juta rupiah.
UMKM tersebut bernama Kelor Semau yang diketuai oleh Tony Laiskodat. Bermula ketika pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat – Josef A. Nai Soi gencar kampanyekan untuk menanam dan membudidayakan kelor, Tony pun mulai menangkap peluang tersebut.
Peluang itu ditangkap dengan membentuk kelompok. Menariknya, ada dua kelompok yang dibentuk yakni melibatkan kaum ibu dan anak-anak muda. Semuanya memiliki perannya masing-masing. Setelah dibentuk, mereka kemudian mulai gencar mendorong warga untuk menanam kelor.
Apalagi, kelor mudah untuk ditanam dan sangat cocok dengan tekstur tanah di Pulau Semau, serta memiliki segudang manfaat, terlebih menjadi asupan gizi penurun angka stunting yang terbilang cukup tinggi di Provinsi NTT.
Tony mengaku, saat mulai menjalankan usaha pengolahan kelor dirinya bersama para anggota kelompok masih menggunakan peralatan manual. Namun beruntung, ketika sudah mulai berproduksi dan menghasilkan produk yang baik, UMKM Kelor Semau ini mendapat bantuan dari berbagai pihak.
“Kalau bantuan mesin dari Disperindag Provinsi NTT yang difasilitasi oleh Ibu Julie Sutrisno Laiskodat. Ada juga bantuan CSR dari PLN dan Pertamina,” jelas Tony Laiskodat saat ditemui rumah produksi Kelor Semau, Jumat (2/9/2022) siang.
Untuk pemasaran, sebelumnya UMKM Kelor Semau memasarkan berbagai produknya hanya melalui media sosial. Meski hanya melalui media sosial, namun permintaan terus berdatangan dari berbagai daerah. Produk Kelor Semau ini pun dikirim hingga ke luar NTT seperi Jakarta dan Surabaya.
Tony menjelaskan, lahan kelor yang diusahakan saat ini totalnya 4 hektare di 3 lokasi. Lokasi tersebut merupakan milik warga setempat. Sehingga, sebelum diproduksi menjadi serbuk dan teh, bahan mentahnya dibeli dari lahan tersebut dengan harga Rp5 ribu per kilogram.
“Daun kelor mentahnya awalnya dikeringkan melalui mesin pengering selama 3 hari. Selanjutnya, saat tidak ada kadar air dalam daunnya, kemudian dimasukan ke mesin pengepungan dan terakhir barulah mesin proses pengemasan,” jelasnya.
Menurut dia, untuk sekali produksi biasanya menggunakan bahan daun kelor sebanyak 40 kilogram, sesuai kapasitas mesin pengering. Dari 40 kilogram tersebut dapat menghasilkan 1.500 bungkus teh dan dalam bentuk serbuk/tepung per sekali produksi.
Dengan hasil produksi yang baik, dalam 3 bulan terkahir ini, UMKM Kelor Semau pun dilibatkan oleh Dekranasda NTT dalam penanganan stunting di Kabupaten Sabu Raijua. Sebanyak 2.200 bungkus teh kelor dan serbuk dibeli oleh Dekranasda NTT untuk dikirim ke Sabu Raijua.
“Kami sangat bersyukur karena program yang digagas Ibu Julie Sutrisno Laiskodat, juga turut melibatkan kami. Apalagi selama pandemi Covid-19, kami sedikit mengalami kendala,” jelasnya.
Tony mengaku, dalam beberapa waktu produksi ini, pendapatan yang diperoleh UMKM Kelor Semau sudah mencapai ratusan juta rupiah. Menurutnya, usaha yang dilakukan ini sangat membantu masyarakat. Apalagi masyatakat juga dilibatkan dalam budidaya kelor ini.
“Semoga program kelor ini bisa berkelanjutan, sehingga produksi yang kami jalankan tidak sebatas ini saja, tapi bisa berkembang lebih baik lagi,” pungkasnya. (*/BN)