KUPANG, berandanusantara.com – Aksi dugaan pengekangan terhadap kerja jurnalistik terjadi di kabupaten Rote Ndao. Kali ini menimpa wartawan salah satu stasiun televisi, Nyongki Malelak.
Peristiwa tersebut terjadi saat Nyongki hendak meliput kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, bersama Kwmentrian Kelautan RI yang digelar di ruang kerja Wakil Bupati Rote Ndao, Rabu (28/8/2019).
Kepada media ini Nyongki menceritakan bahwa sebelumnya dia sudah berkoordinasi dengan bagian humas Setda Rote Ndao. Bahkan, bersama dengan staf Humas dan sejumlah Wartawan lainnya telah diarahkan sendiri oleh pihak Dinas Kelautan untuk ke ruang Wakil Bupati.
“Saat saya sedang meliput, tiba-tiba saya disuruh keluar dari ruangan oleh sekretaris wakil bupati. Entah rahasia apa yang mau dibahas, katanya saya menyalahi prosedur,” ungkap Nyongki melalui pesan whatsapp.
Menurut Nyongki, dirinya sudah terus meminta ijin namun sang Sekertaris tetap saja tidak memperbolehkan Nyongki yang adalah wartawan TVRI untuk meliput.
“Tunggu saya lapor pak kadis, kalau diizinkan baru boleh masuk”, ujar Nyongky menirukan ungkapan sang sekretaris.
Namun, jelas Nyongki, sang sekretaris yang masuk ke ruangan wakil bupati tak kunjung keluar. Nyongki pun harus menunggu berjam-jam dan terpaksa harus pulang tanpa berita lantaran batal meliput.
“saya sangat kecewa. Mereka usir saya secara halus, saya sudah jelaskan juga bahwa saya ini wartawan TV, jadi saya butuh visual, tapi tetap tidak digubris. Sudah terlalu lama menunggu akhirnya saya pulang tanpa berita,” ujar dia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rote Ndao, Yeremias Kota saat dikonfirmasi mengaku kalau dirinya tidak pernah memerintahkan siapapun melarang wartawan meliput. Apalagi menurutnya, tidak ada yang rahasia dari pertemuan tersebut.
“Saya tidak mendapat laporan sama sekali dari staf atau siapapun. Dan saya tidak pernah melarang wartawan untuk meliput,” ungkapnya.
Untuk diketahui, siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka si pelaku tersebut dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta rupiah.
Hal itu tertuang dalam ketentuan pidana pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 dikatakan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 terkait penghalang-halangan upaya media untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
Dalam pasal 4 undang-undang pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. (AM/DT/MB)