Kritik Membangun untuk Victory – Joss

  • Whatsapp
Diskusi Publik Refleksi Empat Tahun Kepemimpinan Victory - Joss. (Foto: istimewa)

KUPANG, berandanusantara.com – Tepat di tanggal 5 September 2022, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Adrianus Nae Soi sudah empat tahun memimpin Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sudah banyak capaian-capaian kerja dan gebrakan-gebrakan cerdas yang dikerjakan oleh kedua pemimpin ini. Namun capaian kinerja mereka belum banyak diketahui oleh publik.

Read More

Padahal, sebenarnya, Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT punya andil besar dalam memperbaiki sektor infrastruktur, pertanian, pariwisata, pengembangan SDM, dan kelautan serta perikanan yang ada di NTT. Perlahan namun pasti, persoalan utama seperti air, listrik dan jalan terus dibenahi oleh Gubernur Viktor Laiskodat dan Wagub Josef Nae Soi.

Dalam rangka merefleksikan kepemimpinan duet Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Adrianus Nae Soi yang dikenal dengan nama keren Victory-Joss selama empat tahun terakhir, maka Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) DPW Provinsi NTT sebagai salah satu organisasi yang menaungi perusahaan Pers dan resmi terdaftar di Dewan Pers menggelar Diskusi Publik.

Diskusi ini akan mengusung tema: “Refleksi Kritis Empat Tahun Kepemimpinan Victory-Joss” yang akan dihadiri oleh berbagai kalangan baik itu, eksekutif, legislatif, yudikatif, akademisi khususnya tokoh agama, pengamat, para Rektor, mahasiswa, Ketua OKP, serta lebih dari 100 orang wartawan yang tergabung dalam organisasi SMSI Provinsi NTT.

Kegiatan berlangsung pada tanggal 8 September 2022 di Aula El Tari kompleks Kantor Gubernur NTT, Jalan Polisi Militer, Kota Kupang. Kegiatan ini berlangsung secara daring dan luring. Antusiasme warga dari berbagai begitu tinggi lantaran tema yang diusung cukup berani yakni refleksi kritis.

Apalagi para narasumber yang dihadirkan selain Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, juga para pakar yang sangat berkompeten diantaranya; Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Dr. Ince D. P. Sayuna, SH.,M.Hum.,M.Kn, praktisi pertanian UKAW Ir. Zeth Malelak, M.Si, pengamat Hukum Tata Negara Undana, Dr. John Tuba Helan dan Rektor Unwira, Pater Dr. Philipus Tule, SVD.

Moderator dalam diskusi ini adalah dosen FISIP Unwira, Mikhael Rajamuda Bataona. Sementara diawal dan akhir diskusi dipandu MC Vibby Radamuri. Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, dalam diskusi itu membuka ruang selua-luasnya bagi siapapun untuk berdiskusi, dan siap menerima kritik dan saran yang disampaikan.

Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche Sayuna menjadi salah satu pemateri dalam diskusi tersebut menyampaikan sejumlah catatan refleksi terkait 4 tahun kepemimpinan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi.

Ia menyoroti soal misi Pemprov NTT mewujudkan masyarakat NTT yang makmur dan sejahtera
dengan terciptanya keamanan dan iklim investasi dan usaha yang berkualitas. Menurutnya, agenda ini masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar karena sampai sejauh ini pemerintah provinsi tidak ada inisiatif untuk mengusulkan Perda Penyelesaian Tanah Ulayat di Propinsi NTT.

Hambatan investasi di NTT penyebab paling mendasar adalah Pemprov NTT tidak mampu menertibkan tanah ulayat, sehingga banyak menimbulkan kegaduhan di publik bahkan menjurus kepada konflik horizontal.

“Aset tanah pemerintah juga tidak tertib pengadministrasiannya, sehingga menyebabkan banyak konflik antara pemerintah dan rakyat. Contohnya kasus Besipae, tanah Manulai, KI Bolok, Pantai Pede, kasus Sumba Timur, Besipae, Manulai, dan Hotel Pelago,” kata Inche.

Selain itu, ia menyinggung terkait pendapatan asli daerah (PAD) NTT. Menurutnya, porsi pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan transfer sangat dominan, menyebabkan ketergantungan fiskal yang tinggi, sehingga berdampak pada ruang fiskal yang terbatas, kapasitas fiskal yang rendah dan keseimbangan primer APBD yang kurang memadai.

Kondisi ini, lanjut Inche, menyebabkan Pemprov NTT memiliki ruang gerak yang terbatas dalam alokasi APBD untuk kepentingan pembangunan, pembayaran bunga serta pengembalian pinjaman daerah. Inilah dasar pertimbangan kenapa kebijakan pemerintah untuk pinjaman dengan bunga menjadi perdebatan di lembaga DPRD.

Dari analisis ratio kinerja keuangan daerah tahun 2021, APBD NTT mengalami tekanan yang sangat berat. Terungkap bahwa setiap tahun kebutuhan fiskal NTT terus membesar, sementara ruang fiskal dan kapasitas fiskal terbatas

Poin berikutnya, terkait sektor pariwisata yang dijadikan prime mover ekonomi. Menurut Inche, harus diakui bahwa di tangan kepemimpinan Victory-Joss selama 4 tahun pariwisata NTT bertumbuh dengan pesat, bahkan sinergi yang baik antara pemerintah propinsi dan pemerintah pusat, Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai kawasan wisata superpremium.

“Namun pada sisi yang lain problem kita adalah belum terdapat grand design pengembangan pariwisata yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kepariwisataan. Kemudian alokasi belanja daerah untuk urusan kepariwsataan sangat rendah, hanya 0,25%. Besaran ini tidak seimbang dengan bobot indikator,” kata Inche.

Oleh karena itu, ia menyarankan Pemprov NTT untuk segera menyusun grand design pengembangan kepariwisataan sebagai acuan dalam pengembangan pariwisata NTT untuk mewujudkan pariwisata sebagai penggerak perekonomian daerah. Selain itu, pengembangan pariwisata melalui pemenuhan unsur 5A Pariwisata (Attraction, Accessibility Accommodation, Amenities, dan Awareness) dengan Pola Pendekatan Kawasan perlu dimantapkan melalui implementasi konsep pariwisata berbasis masyarakat dengan program dan alokasi anggaran yang memadai.

Di sektor infrastruktur, Inche memberi apresiasi karena Victory-Joss dapat dikatakan sukses membangun infrastruktur jalan provinsi di NTT yang selama ini terisolir. Secara kuantitas, persentase panjang jalan provinsi dalam kondisi mantap dari target 90 telah terealisir 86,59 atau sekitar 96,21%. Namun, menurutnya, beban pemerintah provinsi dalam mewujudkan konektivitas yang baik membutuhkan biaya besar dan rentang kendali dalam penyelenggaraan jalan relatif luas, menyebabkan pelaksanaan kontruksi, pengendalian dan pengawasan kurang optimal.

Kemudian, soal stunting dan kemiskinan, Inche menjelaskan data Study Status Gizi Indonesia (SSGI) ada 5 kabupaten di Provinsi NTT masuk dalam prevalensi 10 daerah dengan angka stunting tertinggi dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting di Indonesia. Kelima kabupaten tersebut adalah TTS, TTU, Alor, SBD, dan Manggarai Timur. Bahkan TTS dan TTU menempati urutan pertama dan kedua yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, karena berada di atas 46%.

Secara keseluruhan berdasarkan studi SSGI tahun 2021, NTT memiliki 15 Kabupaten berkategori merah, dengan ratio prevalensi di atas 30%. Dengan prevalensi stunting yang masih berada di atas 30% dan berstatus merah, menempatkan NTT pada urutan teratas daerah dengan angka stunting yang sangat tinggi dsbanding provinsi lainnya, dan sekaligus menjadikan NTT satu dari 12 provinsi yang menjadi prioritas daerah penangan stunting secara Nasional.

Terkait angka kemiskinan yang masih tinggi, Inche menjelaskan DPRD NTT telah merekomendasikan agar penanganan kemiskinan dilakukan secara extraordinary. Program dan kegiatan dilakukan secara terukur untuk peningkatan pendapatan dan implemntasi program dan kegiatan bersifat konvergensi.

Pakar Ekonomi UKAW Kupang, Dr. Zeth Malelak, yang merupakan pemateri ke IV dalam diskusi itu juga memberikan kritik konstruktif terhadap empat tahun kepemimpinan Victory-Joss.

Menurut Zeth, di era kepemimpinan Gubernur Viktor Laiskodat bersama Wakilnya Yosef Adrianus Nae Soi selalu memberikan janji-janji yang kemudian tidak terealisasi secara baik kepada masyarakat.

“Jadi di era Victory-Joss ini saya memberikan julukan dengan nama ilusi ekonomi, karena semua rencana program tidak berjalan dengan baik,” ujar Zeth dihadapan Gubernur NTT.

Dia menegaskan, banyak program kerja yang sudah direncanakan Gubernur Laiskodat dan Wakilnya Josef Nae Soi, namun belum di implementasikan secara baik.

“Terlalu banyak rencana dan rancangan yang menumpuk, sehingga tidak bisa dikeluarkan. Jadi semuanya ini hanya ilusi, karena tidak ada loncatan dan transisi secara terstruktur,” tegas Zeth Malelak.

Zeth mengakui, jika Gubernur Laiskodat bersama Wakilnya Josef Nae Soi memang pernah menempuh pendidikan hingga mendapatkan gelar doktor, namun tidak pernah teruji.

“Artinya mereka tidak mempunyai pengalaman yang kuat, dan tidak pernah teruji. Betul bahwa mereka pernah sekolah. Tetapi tidak teruji. Karena menjalankan sebuah birokrasi itu tidak gampang,” terangnya.

Viktor Laiskodat, kata Zeth Malelak, selama ini justru bertahan dan keluar dengan cara yang menurut banyak masyarakat tidak pantas.

“Padahal keinginan gubernur itu sangat kuat, tetapi buruknya adalah komunikasi ilusi yang dibangun dengan para bupati atau pemilik wilayah,” jelasnya.

“Karena secara UU otonomi, gubernur hanya mengkoordinasi. Dan ide itu harus dijalankan secara baik oleh kepala daerah atau pemilik wilayah tersebut,” ujar Zet.

Sementara Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Jhon Tuba Helan mengatakan bahwa selama 4 Tahun Kepemimpinan Viktory-Joss dari September 2018 hingga September 2022 menghasilkan 37 Peraturan Daerah (Perda) dan 348 Peraturan Gubernur (Pergub) dan dari Produk Hukum itu harus di terapkan.

“Apa pun yang kita lakukan harus berdasarkan hukum, termasuk juga dalam pembangunan, Pertanian, Peternakan dan untuk menjalankan itu perlu ada kajian,” ujar Tuba Helan.

Di samping itu, Tuba Helan juga menanyakan bahwa apakah dari produk hukum ini sudah diimplementasikan dengan baik dan menyejahterakan rakyat? Selain itu, dari 400 lebih produk hukum ini ada sekitar 80-an produk hukum yang mengalamai perubahan, bahkan ada perubahan sampai enam kali. Hal ini tentu harus menyesuaikan dengan peraturan pemerintah pusat.

Karena menurutnya, asas hukum tidak boleh bertentangan dengan asas hukum yang lebih tinggi dan pemerintah provinsi ada pada urutan 6 dari produk hukum yang ada di Indonesia.

“Jika produk hukum di tingkat nasional ada perubahan maka produk hukum yang ada di daerah harus menyusuikan,” pungkasnya. (*/BN/Advertorial)

Related posts