KPPI NTT Desak Hukuman Berat bagi Eks Kapolres Ngada atas Kasus Kekerasan Seksual Anak

  • Whatsapp
KPPI NTT bersama DPRD NTT foto bersama usai melakukan pertemuan. (Foto: istimewa)

KUPANG, BN – Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (12/3/2025), mendatangi Komisi V DPRD NTT untuk menyatakan sikap terkait kasus pencabulan anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Neil Rondo, KPPI NTT menegaskan tuntutan agar pelaku dihukum seberat-beratnya. Kasus ini mencuat setelah otoritas Australia menemukan dan melaporkan video asusila yang diunggah dari Kota Kupang ke situs porno Australia. Video tersebut menunjukkan tiga korban berusia 14 tahun, 12 tahun, dan seorang balita tiga tahun.

Read More

Setelah laporan diteruskan ke Polda NTT dan Mabes Polri, AKBP Fajar ditangkap oleh Divisi Propam Polri pada 20 Februari 2025 di Kupang. Selain dugaan kekerasan seksual dan eksploitasi anak, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa ia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Pada kesempatan itu, KPPI NTT mendesak agar DPRD NTT meminta Kapolda NTT memberikan penjelasan terkait penanganan kasus ini. Mereka juga menuntut kepolisian untuk mengusut dugaan jaringan perdagangan anak yang masih beroperasi di NTT.

“Kami menuntut agar pelaku dihukum maksimal karena tindakannya telah menyebabkan trauma berkepanjangan bagi korban,” tegas Ketua KPPI NTT, Ana Wahá Kolin, SH.

Maria Margareta Bhubu, S.Pd, MM, selaku Sekretaris KPPI NTT, menambahkan bahwa negara wajib memberikan perlindungan maksimal kepada para korban. “Kami meminta pemerintah menyediakan ruang aman dan fasilitas pendampingan yang layak melalui Unit Pelayanan Korban di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang,” ujarnya.

AKBP Fajar berpotensi dijerat dengan berbagai pasal berat, di antaranya: UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), UU No. 19 Tahun 2016 sebagai revisi atas UU ITE No. 11 Tahun 2008, terkait penyebaran konten asusila, serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Anggota DPRD NTT dari Fraksi PKB, Yohanis Rumat, menilai kasus ini sebagai kejahatan lintas negara dan menyoroti lemahnya pengawasan di kepolisian daerah.

“Kapolda juga harus diperiksa karena tidak mampu mengawasi anak buahnya. Aneh bin ajaib kalau Mabes Polri harus turun tangan untuk menangkapnya di Kupang. Ini menunjukkan ada jaringan yang sudah lama beroperasi,” ujar Yohanis. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *