Ketua PGRI NTT: Gubernur Harus Bertanggung Jawab atas Nasib Margarita Lusi

  • Whatsapp
Samuel Haning bersama Margarita Lusi. (Foto: istimewa)

KUPANG, BN – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Samuel Haning, dengan tegas menyatakan bahwa Gubernur NTT harus bertanggung jawab atas kasus Margarita Lusi, seorang guru asal Kabupaten Rote Ndao yang dipensiunkan tanpa pemberitahuan.

Margarita, yang telah bertahun-tahun mengabdi di SMA Negeri 1 Rote Barat, mendadak kehilangan haknya sebagai pendidik tanpa proses yang jelas. Ia baru menyadari dirinya tidak lagi menerima gaji sejak 1 Februari 2025, tanpa adanya surat pemberitahuan resmi. Keputusan pensiunnya ditandatangani oleh Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena pada Maret 2025, sebuah keputusan yang dinilai cacat administrasi.

Read More

Menurut Samuel Haning, tindakan ini merupakan pelanggaran hukum oleh pejabat tata usaha negara yang seharusnya teliti dalam menerbitkan surat keputusan.

“Gubernur NTT harus bertanggung jawab. Ini jelas perbuatan melawan hukum,” tegas Samuel Haning, Selasa (18/3/2025), di ruang kerjanya.

Ia menjelaskan bahwa SK pensiun yang dikeluarkan tidak sah karena seharusnya ditandatangani oleh pejabat sebelumnya. Kesalahan dalam administrasi birokrasi seperti ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak yang berwenang.

“Setiap pejabat harus memahami administrasi dan asas hukum pemerintahan yang baik. Jika salah dalam menerbitkan surat keputusan, maka mereka harus menanggung akibatnya,” ujar Samuel.

Sebagai Ketua PGRI, ia menyatakan akan berdiri di garis depan membela hak guru yang terzalimi.

“Siapapun yang menindas hak guru, saya akan lawan,” tegasnya.

Samuel Haning kembali menegaskan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas keputusan yang telah merugikan Margarita.

“Ia sudah menerima SK pensiun dalam jabatan fungsionalnya sebagai guru. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Jelas orang yang mengeluarkan dan menandatangani surat ini,” katanya.

Kasus ini bermula ketika Margarita tiba-tiba mengetahui bahwa namanya tidak lagi tercantum dalam daftar gaji sejak akhir Januari 2025. Tidak ada surat resmi, tidak ada pemberitahuan, dan tidak ada sosialisasi mengenai masa persiapan pensiun yang seharusnya ia jalani.

Saat mencoba mengonfirmasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, jawaban yang ia terima justru mengejutkan.

“Saya dipensiunkan karena bukan guru fungsional,” ujarnya dengan suara bergetar.

Padahal, sejak awal menerima SK 100 persen, ia mendapat informasi bahwa status fungsionalnya sudah melekat dengan SK kenaikan pangkat. Namun, tidak ada pemberitahuan lebih lanjut mengenai perubahan status atau ketentuan pensiunnya.

Yang lebih menyulitkan, Margarita masih memiliki pinjaman bank sebesar Rp118 juta dengan cicilan bulanan Rp1,7 juta. Tanpa gaji, ia menghadapi kesulitan finansial yang berat.

Dengan penuh harap, Margarita menyeberangi lautan demi mencari keadilan. Pada Senin (17/3/2025), ia datang ke Kantor Gubernur NTT dan mengadukan nasibnya melalui MeJa Rakyat (Melki-Johni Melayani Rakyat), wadah pengaduan masyarakat.

“Saya ini seorang guru, bukan penjahat. Mengapa saya tidak pernah diberi tahu akan pensiun? Saya mohon, Pak Melki, dengarlah pengaduan saya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kini, Margarita hanya berharap agar pemerintah, khususnya Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, mau mendengar jeritan hatinya.

“Saya hanya ingin keadilan,” tutupnya. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *