Kecam Penutupan Akses Pantai Bo’a, Korwil VII GMKI Arnol Nggadas: Negara Harus Bela Rakyat!

  • Whatsapp
Arnol Nggadas. (Foto: istimewa)

ROTE NDAO, BN — Polemik penutupan akses menuju kawasan wisata Pantai Bo’a di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) terus menjadi sorotan. Akses jalan yang dibangun oleh warga sejak 1997 itu kini ditutup oleh pihak PT Bo’a Development dan Nihi Rote, memicu protes besar dari masyarakat setempat.

Ratusan warga dan tokoh masyarakat telah melayangkan surat kepada Bupati Rote Ndao, menuntut pengembalian akses jalan yang selama ini menjadi jalur utama aktivitas ekonomi, termasuk nelayan dan pariwisata. Di tengah kekecewaan warga, suara tegas datang dari Koordinator Wilayah VII Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Arnol Nggadas.

Read More

“Kami mengecam keras tindakan penutupan akses Pantai Bo’a. Ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak-hak masyarakat atas tanah dan ruang publik,” tegas Arnol dalam keterangannya kepada media, Kamis (10/4/2025).

Sebagai putra daerah dari wilayah terselatan Indonesia, Arnol menilai tindakan sepihak oleh pihak perusahaan mencerminkan lemahnya keberpihakan negara terhadap rakyatnya sendiri.

“Ini jelas perampasan ruang hidup masyarakat. Akses itu dibangun oleh warga sendiri sejak puluhan tahun lalu. Sekarang malah ditutup oleh investor tanpa konsultasi, tanpa transparansi,” lanjutnya.

Lebih jauh, Arnol menyoroti persoalan lahan seluas 7 hektar yang dulunya dihibahkan oleh warga untuk pembangunan fasilitas wisata. Namun seiring waktu, pengelolaannya justru jatuh ke tangan swasta tanpa pelibatan masyarakat.

“Ini tidak hanya soal akses fisik ke pantai, tetapi juga soal kedaulatan rakyat atas tanah dan ruang hidup mereka. Negara harus hadir, jangan terus-menerus tunduk pada kepentingan modal,” tegasnya lagi.

Tak hanya masalah akses dan lahan, GMKI juga menyoroti dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan hotel oleh pihak perusahaan. Salah satunya adalah dugaan penebangan ribuan batang kayu mangrove yang kini tengah diselidiki aparat kepolisian.

“Perusakan lingkungan atas nama investasi adalah kejahatan ekologis. Kita tidak boleh menutup mata. Ini harus diusut tuntas oleh penegak hukum,” ujar Arnol.

Ia menegaskan, GMKI akan terus mengawal kasus ini dan mendorong agar isu ini mendapat perhatian nasional.

“Kami akan berkoordinasi dengan berbagai elemen, baik di daerah maupun pusat. Isu ini akan kami bawa ke tingkat nasional agar kementerian dan lembaga negara terlibat secara serius. Ini bagian dari perjuangan masyarakat adat di Indonesia untuk mempertahankan hak atas tanah dan sumber daya,” katanya.

Arnol juga memastikan bahwa GMKI akan terus berdiri bersama masyarakat, memperjuangkan keadilan sosial dan ekologis.

“Kami tidak akan diam. Suara dari daerah, dari pinggiran, harus didengar. Keadilan tidak boleh hanya milik mereka yang punya uang dan kuasa,” pungkasnya. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *