KUPANG, berandanusantara.com – Peran Sekretaris Daerah (Sekda) dan Inspektur di daerah menjadi penting dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Sehingga kapabilitas dan kapasitasnya perlu ditingkatkan demi tercipta adanya pemerintahan yang baik dan bersih.
“Saya minta kapabilitas dan kapasitas peran Sekda dan Inspektur di daerah harus ditingkatkan agar mereka mempunyai kemampuan memadai dalam melakukan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara dini,” kata Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, saat membuka dengan resmi diskusi terbatas bertajuk “Meminimalkan KKN melalui Pengendalian Internal Pemerintah dan Peran Inspektorat Daerah”, di Aula kantor Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTT, di Kupang, Kamis (1/3/2018).
Lewat forum diskusi terbatas digelar pihak perwakilan BPKP NTT itu, juga hadir para Bupati dan Walikota, akan membahas soal Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam rangka penguatan Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di masing-masing daerah. Penguatan APIP diperlukan untuk efektivitas upaya mencegah dan memberantas korupsi.
Gubernur Frans Lebu Raya, mengatakan dibutuhkan adanya komitmen yang sama dalam rangka penguatan SPIP dan APIP. Mengingat, SPIP merupakan sebuah proses yang integral dan utuh melalui tindakan yang dilakukan secara masif oleh pimpinan di daerah dan jajarannya secara efisien dan efektif dengan mengungkapkan laporan keuangan yang handal termasuk mengamankan aset pemerintah.
“Auditor dalam melaksanakan tugas pengawasannya, bukan mencari kesalahan tapi membina. Jadi kalau ada temuan maka dicari jalan keluar pemecahannya. Dan saya minta Inspektorat di provinsi maupun di daerah dapat berfungsi secara optimal,” pinta Gubernur.
Lanjut Gubernur, penguatan kapabilitas Sekda dan Inspektur serta jajarannya sangat diperlukan guna membantu penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di wilayahnya masing-masing. “Kita memeng harus berusaha mencegah terjadinya KKN di NTT. karena itu, peran Inspektorat terkait SPIP benar-benar dapat terselenggara secara baik dan bekerja sama dengan BPKP,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BPKP NTT, Kisyadi, dalam laporannya menjelaskan diskusi terbatas terkait SPIP dapat menjadi komitmen para Bupati dan Walikota beserta jajarannya untuk menegakkan integritas dan mengedepankan etika dalam menjalankan pemerintahan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kata Kisyadi, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, diharapkan pada tahun 2019, APIP di wilayah Indonesia berada pada level tiga. Sedangkan untuk provinsi NTT terdapat 23 APIP di provinsi dan 22 kabupaten/kota. Sesuai perjanjian kinerja tahun 2017, untuk kapabilitas APIP di NTT ditargetkan 100 persen berada pada level tiga pada tahun 2019.
Menurut dia, kapabilitas APIP pemerintah kabupaten/kota di NTT saat ini terdapat tiga APIP (13 persen) telah mencapai level tiga dengan belum dilakukan Quality Assurance (QA) dari BPKP pusat. Yaitu kabupaten Flores Timur, Sikka dan kabupaten Nagekeo. Sementara 20 APIP atau sebanyak 87 persen masih berad pada level dua.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong upaya penguatan APIP. Penguatan APIP diperlukan untuk efektivitas upaya mencegah dan memberantas korupsi dengan memperkuat SPIP untuk mencapai target APIP pada level tiga di tahun 2019,” ungkap Kisyadi.
Kepala BPKP NTT, Kisyadi, mengakui target APIP pada level tiga semulanya direncanakan pada tahun 2019, namun bertepatan dengan tahun politik maka target APIP level tiga dimajukan pada tahun 2018. “Jadi dalam tahun ini kita harus kejar untuk mencapai level tiga. Mengingat tahun 2019, adalah tahun politik. Sehingga sekarang kami dengan para Bupati berdiskusi untuk mendapatkan solusi bagaimana paling cepat untuk mencapai level tiga. Upaya meraih level tiga APIP untuk mencapai tingkat kematangan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih,” kata Kisyadi. (Humas Setda NTT)