KUPANG, berandanusantara.com – Kehadiran Yayasan Bambu Lestari (YBL) membawa banyak manfaat untuk masyarakat di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPRD NTT dari Fraksi NasDem Elphy Parera melalui pesan WhatsApp kepada media ini, Senin (18/9/2022).
Elphy menjelaskan, pada tanggal 12 September 2022 lalu, dirinya berkunjung ke desa Wolowae Barat, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, NTT, sebagai salah satu desa penerima manfaat Program Bambu Lestari. Saat itu, dirinya hadir bersama salah satu Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDIP Patris Lali Wolo.
“Kami bertemu ibu Ketua dan Sekretaris kelompok Bambu Lestari didampingi aparat pemerintah desanya,” jelas Elphy.
Menurut dia, keterangan yang diperoleh dari kelompok terungkap bahwa anakan bambu yang sudah ditanam di desa tersebut sebanyak 40 ribu. Sementara biaya tanamnya pun sudah diterima oleh kelompok tersebut.
Untuk kelancaran komunikasi dan koordinasi program baik dengan pemerintah provinsi dan kabupaten, Yayasan Bambu Lestari, serta antar sesama anggota, para ibu anggota kelompok difasilitasi satu unit handphone android.
“Ibu-ibu bahkan merasakan manfaat yang besar dengan menggunakan handphone android. Jadi pelaksanaan program bambu lestari di desa tersebut berjalan lancar dan aman,” jelasnya.
“Saya mendapat kesan, masyarakat terutama ibu-ibu di desa menerima program tersebut dengan sukacita. Masyarakat desa juga memberikan respons positif dengan ikut menanam anakan bambu di luar program yang diterima,” pungkasnya.
Koordinator Kabupaten Nagekeo Yayasan Bambu Lestari , Juruslan Ndima menjelaskan, sejak bergabung dengan YBL tahun 2021, dirinya mendampingi ibu-ibu pada dua kelompok yakni Nusa Mula dan Delima di Desa Wolo Wea dan Desa Wolo Tonggo membuat bibit.
“Dari dua kelompok ini, ibu-ibu menghasilkan bibit sekitar 388 ribu. Jumlah itu terdiri dari berbagai jenis bambu yakni Weing, Petung, Aur,” jelas Juruslan.
Kemudian pada tahun 2022, ibu-ibu kemudian mulai menanam di area sekitar mata air dan di sisi sungai dengan tujuan menjaga mata air, debit air, konservasi sungai, serta sebagai bentuk mitigasi terhadap potensi terjadinya longsor.
Kemudian dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lanjut dia, YBL bersama ibu-ibu setempat menanam 300 ribu bibit berkolaborasi dengan banyak pihak baik itu pemerintah desa, Orang Muda Katolik (OMK), bahkan ada pula komunitas sepak bola yang ikut berpartisipasi.
“Untuk tahun 2022, karena kerjanya kolaborasi, kami sudah menanam 337 ribu anakan bambu di Kabupaten Nagekeo, di area sekitar 750 hektare. Jadi ada progres pembibitan dan penanaman,” bebernya.
Dia menambahkan, sistem kolaborasi yang dijalankan juga sangat mumpuni. Ini tak lepas dari dukungan pemerintah desa. Terbukti, saat YBL mengunjungi 113 Des di wilayah Kabupaten Nagekeo menawarkan bibit bambu untuk ditanam, langsung direspon dengan baik.
“Bahkan mereka (pihak desa) ambil sendiri dan tanam sendiri. Kami hanya memantau prosesnya terkait titik atau daerah tempat penanaman,” jelasnya.
Terkait dengan fasilitasi handphone android kepada ibu-ibu, Juruslan menjelaskan, memang sangat penting karena dalam pendampingan bisa juga pelaporan melalui handphone android tersebut, sekaligus proses belajar juga untuk ibu-ibu.
“Karena ketika para ibu ketika menanam bibit misalkan ada yang layu, bagi yang melek teknologi bisa jadi fasilitas untuk mengetahui referensi. Kemudian bisa untuk pelaporan berapa bibit yang sudab ditanam, yang hidup berapa. Kami sebagai fasilitator kemudian tinggal mengecek apakah laporan tersebut benar atau tidak,” ungkapnya.
Untuk mendapatkan handphone android pun setelah melakukan penanaman dengan target yang ditetapkan dan anakan yang ditanam itu hidup. Bahkan menurut Juruslan, setelah mendapat handphone itu juga tetap berkonsentrasi untuk bekerja karena dari pihak YBL melakukan pendampingan setiap hari.
“Kami berharap program ini bisa berlanjut dalam konteks yang lebih besar lagi. Karena bicara pembibitan hingga tanam, para ibu sudah paham. Tetapi kedepan, bagaimana pemanfaatan dari bambu itu sendiri,” tandasnya.
“Paling tidak para ibu bisa mengerti bagaimana mengolah bambu menjadi bahan pengganti plastik. Kami mau para ibu bisa mengerti proses dari hulu ke hilir tentang bambu. Itu yang kami harapkan,” sambungnya.
Masih tentang handphone android, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi NTT, Viktor Manek mengatakan fasilitasi handphone android untuk para ibu yang menjalankan Program Bambu Lestari bertujuan untuk membantu mereka dalam melakukan dokumentasi dan koordinasi.
Untuk mendapatkan handphone android kata Viktor, tidak dengan mudah, tetapi melalui tahapan seperti sudah menanam bambu dengan luasan dan jumlah yang ditentukan.
“Digunakan untuk pendataan semua bibit bambu yang sudah dihasilkan. Misalnya bambu ini ditanam oleh siapa, tanam tahun berapa dan panen tahun berapa pendataannya sudah ada. Itu untuk memudahkan mama-mama foto bahkan nanti bambu akan dibarcode. Ada penomorannya semua. Dokumentasi itu untuk menentukan pola panen,” jelasnya.
Manfaat untuk Mama-mama Pelopor
Keterlibatan utama dalam mendukung program Bambu Lestari ini para kaum ibu yang oleh YBL disebut sebagai Mama-mama Pelopor. Selain mengurus kebutuhan dapur, Mama-mama Pelopor juga berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga.
“Lewat program ini, ibu-ibu juga bisa turut membiayai anaknya sekolah, bisa melunasi berbagai hutang karena urusan adat. Jadi memang sangat berdampak besar terhadap pendapatan ibu-ibu ini,” jelas Juruslan.
Menurutnya, pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu ini terus didampingi mulai dari tahapan awal. Sehingga, hasil yang diperoleh pun dirasakan langsung oleh ibu-ibu dengan hanya menanam bambu.
Yohana Owa, salah seorang ibu yang ikut terlibat dalam program Bambu Lestari bersama YBL mengaku sangat bangga karena lewat program ini, dirinya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) bisa turut membantu perekonomian dalam keluarga.
“Yang paling utama adalah bisa membiayai anak untuk sekolah. Tetapi dengan hasil yang didapat juga bisa bangun rumah,” ungkapnya.
Menurut Yohana, pendapatan rata-rata yang diperolehnya dari Program Bambu Lestari ini sebesar Rp20 juta. Jumlah ini, jelas Yohana, diperoleh setiap setiap proses pembibitan anakan bambu yang sudah bertunas.
“Ini (pendapatan) sangat cukup untuk biaya dalam keluarga,” ungkap ibu dua anak dengan suami yang berprofesi sebagai petani ini.
Yohana mengaku sangat senang bisa terlibat dalam program ini. Dia berharap program ini bisa berlanjut, karena sangat membantu dan bermanfaat bagi masyarakat. (*/BN)