KUPANG, berandanusantara.com – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih membutuhkan sebanyak 3500 embung guna memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan air merupakan kebutuhan dasar manusia, sementara intensitas hujan di NTT sangat rendah sehingga menyebabkan kemarau panjang.
Hal ini dikemukakan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Perumahan, Permukiman dan Keciptakaryaan untuk Percepatan Pembangunan bersama Dinas Perumahan dan Permukiman wilayah NTT, Rabu (6/6/2018), di Ball Room Swiss-Belin Hotel Kupang.
Lebu Raya menjelaskan, untuk memaksimalkan tujuan tersebut perlu adanya sinergitas antar sektor. Selain itu, kata dia, prinsip gotong royong harus terus dibangun disamping melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut.
“Itu inti dari segala pembangunan. Kalau semua bersatu padu, bangsa dan daerah ini pasti akan semakin kuat. Semua cita-cita pasti akan tercapai,” ungkap Lebu Raya.
Selain embung untuk ketersediaan air, Lebu Raya juga mengharapkan agar Rakor tersebut menghasilkan berbagai langkah terutama; meningkatkan ketersediaam perumahan rakyat yang layak huni, menyediakan prasarana, sarana dan utilitas umum yang berkualitas, mewujudkan kawasan permukiman yang berkualitas dan produktif, serta mewujudkan kegiatan pertanahan yang tertib, transparan dan akuntabel.
Pada kesempatan itu, Gubernur Lebu Raya juga mengukuhkan Asosiasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) provinsi NTT. Asosiasi ini merupakan mitra yang terbentuk guna memaksimalkan peran pemerintah dalam mewujudkan ketersediaan air bersih yang baik dan layak untuk seluruh masyarakat, khususnya di NTT.
Sementara Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman NTT, Yulia Afra mengatatakan pihaknya akan memaksimalkan perannya untuk mendukung cita-cita ketersediaan air bagi masyarakat. Pihaknya juga akan melakukan Memorandum Of Understanding (MoU) dengan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memanfaatkan sumur bor.
Dia juga mengaku, bahwa dalam kaitannya dengan pemenuhan memang belum maksimal selama ini. Masih kurang lebih 60 persen yang baru terselesaikan. Dia sangat optimis apabila semua stakeholders bersinergi, maka capaian kedepan pasti akan lebih baik.
“Ukuran kemiskinan memang salah satunya pada ketersediaan air. Apalagi, dengan kelangkaan air menyebabkan berbagai dampak termasuk sanitasi. Kedepan, kami sangat optimis semua pasti terealisasi,” ungkap Afra. (AM/01)