Lepas 199 Wisudawan, Rektor IAKN Kupang Janji Terus Hasilkan Lulusan Berkualitas

  • Whatsapp
Acara Rapat Senat Terbuka Luar Biasa IAKN Kupang. (Foto: istimewa)

KUPANG, berandanusantara.com – Instirut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang melepas 199 Wisudawan dari program Doktor, Magister dan Sarjana dalam Rapat Senat Terbuka Luar Biasa pada Rabu (29/9/2021).

Acara wisuda terhadap 199 Wisudawan berlangsung secara luring dan daring dari GMIT Nazaret Oesapa Timur, Kota Kupang, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Para Wisudawan wajib menjalani tes PCR sebelum memasuki lokasi acara.

Read More

Hadir saat itu, Wakil Menteri Agama RI, , Dr. H. Zainut Tauhid Sa’adi, M.Si., Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si., Asisten II Setda Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto, A. APi., Asisten I Setda Kota Kupang, Drs. Agus Ririmase, AP. M.Si.

Selain itu, hadir pula Kabid Bimas Kristen Kanwil Agama Provinsi NTT, Drs. Yorhan S. Lopis, M.Si., Rektor IAKN Kupang, Dr. Harun Y. Natonis, para pendiri STAKN (kini IAKN) Kupang, para pejabat dan dosen, Ketua Dharma Wanita, serta Dewan Penyantun.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Dr. H. Zainut Tauhid Sa’adi, M.Si, menyampaikan apresiasi terhadap IAKN Kupang yang telah melepas banyak lulusannya. Dia berharap, para lulusan IAKN mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, khususnya yang ada di Provinsi NTT.

Menurut Wamenag, saat ini tantangan sebagai umat beragama tidak lagi ringan, namun semakin berat khususnya dalam menghadapi era industri 4.0, sebagai era disrupsi yakni kondisi faktual yang sangat dinamis yang telah dan akan mengubah wajah dunia ini secara radikal. Dia menyebut ada empat tantangan di era transformasi digital saat ini.

Pertama, jelas Wamenag, merupakan tantangan skala global terkait bonus demografi di negeri ini yang pada 10 tahun ke depan, usia produktif akan meningkat secara signifikan. Dan pada era digital saat ini, ada tren yang mengejutkan yakni meningkatnya anak-anak muda yang ingin mempelajari agama, namun melalui internet dan media sosial.

“Survei menunjukan 4,37 persen siswa dan mahasiswa, atau generasi milenial lebih mengandalkan internet untuk belajar agama yang boleh jadi sumbernya memiliki otoritas atau sebaliknya,” ujar Wamenag Zainut.

Tantangan yang kedua, lanjut Wamenag, adalah dihadapkan pada menguatnya isu-isu terkait agama di berbagai belahan dunia. Menurutnya, penguatan identitas kelompok keagamaan apabila bercampur drngan ideologi kepentingan, maka dipastikan akan melahirkan berbagai tindakan termasuk kekerasan fisik maupun non fisik atas nama agama.

“Hal tersebut dapat kita temui dan pelajari dari adanya konflik konflik kekerasan yang dibumbui agama yang terjadi begitu di timur tengah, Australia, Eropa maupun di Amerika belakangan ini,” katanya.

Yang ketiga, terang Wamenag, tantangan di era disrupsi yakni memudarnya nilai-nilai tradisional yang selama ini dijalani semakin memudar, seperti penghormatan terhadap sesama atau yang berbeda sebagaimana menghormati diri sendiri. Manusia terkungkung oleh kencangnya percepatan teknologi yang menyebabkan berubahnya makna-makna dan nilai-nilai yang selama ini dianut.

Tantangan yang keempat, yakni adanya situasi objektif yang lebih sedikit pengaruhnya dibanding hal-hal yang mempengaruhi emosi dan kepercayaan personal dalam bentuk opini publik. Terlebih lagi, jelas Wamenag, kecenderungan masyarakat yang menyukai judul berita yang sifatnya provokatif heboh dan seakan-akan jujur.

“Hal tersebut turut berkontribusi pada maraknya hoax kebohongan yang terencana untuk mengecoh dan menipu orang lain, serta maraknya konten ujaran kebencian yang mengatasnamakan agama dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal baik internal maupun eksternal antar umat beragama,” jelasnya.

“Sebagai Sarjana Agama, para lulusan IAKN harus bisa menjawab tantangan-tantangan tersebut dan harus bisa mengisi kembali nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan yang terancam, karena perkembangan teknologi dan perubahan zaman yang dirasakan saat ini,” sambung Wamen.

Direktur Jendral (Dirjen) Bimas Kristen Kemenag RI, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si., menjelaskan, dalam konteks era industri 4.0, ada empat poin yang harus direalisasikan pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan. Hal ini menurut dia, telah tertuang dalam RPJMN tahun 2020–2024.

Empat poin tersebut yakni akses perluasan dan pemerataan, kualitas yang mencakup pencapaian akademik menurut bidang keilmuan yang dikembangkan, aspek relevansi yang mencakup kesesuaian dengan kebutuhan pembangunan dalam industri dan pasar kerja, serta kapasitas untuk berkompetisi yang tercermin pada kinerja kelembagaan, perseorangan (dosen, Peneliti dan lulusan).

“Empat hal ini harus diselesaikan dengan baik. Sehingga Kementerian Agama memberikan akses bagi masyarakat NTT untuk mendapatkan akses pendidikan Tinggi melalui IAKN Kupang,” bebernya.

Di samping itu, menurut Prof. Thomas, menekankan pada kemampuan adaptasi dari para lulusan IAKN Kupang. Menurutnya, kemampuan adaptasi dengan dunia lua jauh lebih penting dari sekadar kompetensi yang dimiliki para lulusan.

“IAKN Kupang bukan hanya mengedepankan konsep moderasi beragama, tetapi membentuk kompetensi dengan salah satu komponen yaitu kemampuan adaptif, atau kemampuan beradaptasi dengan dengan lingkungan,” tandasnya.

Sementara Asisten Perrkonomian dan Pembangunan Setda Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto, A. APi., mengaku bangga karena IAKN bukan hanya berkiprah secara nasional tetapi berkiprah untuk dunia. Dia berharap melalui IAKN Kupang dapat terwujudnya perubahan karakter untuk mengubah dunia.

“Karena yang paling penting adalah pembangun manusia dimulai dari perubahan karakter, bekerja keras dan menguasai kemampuan secara teknis. Para wisudawan juga diharapkan menjadi suritauladan di masyarakat,” tandasnya.

Sementara Rektor IAKN Kupang, Dr. Harun Y. Natonis mengatakan IAKN Kupang terus berupaya semaksimal mungkin agar dapat menghasilkan lulusan berkualitas dan memiliki kompetensi di dalam bidang ilmunya, sehingga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

“IAKN Kupang memandang bahwa dunia pendidikan tidak hanya sebatas men transfer ilmu saja atau sekedar meraih standar kompetensi. Hal lain yang lebih utama, yaitu mengubah atau membentuk karakter dan watak peserta didik agar menjadi lebih baik dan lebih santun dalam tataran etika maupun estetika dikehidupan sehari-hari,” tandas Natonis. (*YO/BN)

Related posts